TANGERANG, TANGERANGKINI.COM – Soal kasus obat kadaluarsa, menuai sorotan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang Andri S Permana, S.Sos, M.Ap bahwa, kesehatan adalah Hak rakyat dimana rakyat wajib mendapatkan layanan terbaik dari pemerintah sesuai amanat konstitusi dan tidak boleh terjadi kesalahan.
Pasalnya, kembali terjadinya kasus pemberian obat kadaluarsa kepada seorang balita oleh petugas kesehatan Puskesmas Karang Tengah membuat rakyat kembali menjadi korban dari ketidak profesionalan pelayanan.
” Soal kasus pemberian obat kadaluarsa kepada balita saya pinta Walikota memerintahkan dinas untuk lakukan reformasi kepada seluruh unit Puskesmas di Kota Tangerang sebagai bagian dari proses monitoring dan evaluasi kebijakan pengelolaan obat. Utamanya melakukan pengawasan, apakah seluruh standar pelayanan keafirmasian telah dilaksanakan oleh petugas kesehatan apa belum, sehingga ada kepastian apakah masyarakat telah terlindungi apa tidak dari obat yang tidak rasional,” tegas Ketua Fraksi PDI Perjuangan, saat ditemui di wilayah Sukasari Kota Tangerang, Sabtu (13/8/22).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itu, pendistribusian obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek seleksi, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis perbekalan farmasi dengan memanfaatkan sumber yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat daerah.
Menurutnya, menyikapi kasus tersebut Pemerintah tidak sebatas minta maaf dan juga tidak hanya ada pihak yang dikambinghitamkan dalam persoalan tersebut. Urgensi kasus itu adalah bagaimana kita melakukan reformasi pengelolaan obat melalui manajemen pengawasan yang maksimal.
” Karena Pengelolaan obat secara formulasi kebijakan sangat berkaitan dengan aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat yang dikelola secara optimal dalam rangkai tercapainya ketepatan jumlah dan jenis obat dan perbekalan kesehatan untuk masyarakat,” ujar Andri.
Dirinya juga meminta kepada pemerintah sebagai pelaksana, seluruh alur tersebut adalah bagian yang dapat dievaluasi secara langsung sebagai proses monitoring pengelolaan obat di pusat kesehatan. Sepatutnya, jika hal tersebut dilaksanakan tidak akan terjadi kesalahan dalam implementasinya, kecuali terdapat unsur kesengajaan, maka dapat langsung diambil tindakan sanksi.
” Pemerintah dalam hal perencanaan perlu mempersiapkan antisipasi terhadap segala faktor yang dapat menyebabkan obat rusak dan kedaluarsa semisal penyimpanan, dan tidak diterapkannya First In First Out (FIFO) maupun First Expired First Out (FEFO) sehingga dapat terminimalisir potensi kerugian baik kesehatan masyarakat maupun penggunaan anggaran pemerintah,” tegasnya.
Sudah saatnya pemerintah fokus bagaimana mewujudkan pelayanan prima kepada kesehatan masyarakat. ” Karena kesalahan dapat menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang besar kemungkinan menghilangkan kepercayaan publik kepada pemerintah, tandas Andri. (Red)