Tangerangkini.com,Kota Tangerang- Kebijakan pemerintah pusat yang mulai berlaku pada 1 Februari 2025 melarang pengecer menjual LPG subsidi 3 kg kepada masyarakat.
Dampaknya langsung terasa di sejumlah pangkalan resmi, salah satunya milik Rusli (53) di Cimone Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang. Pada (03/02/25), Antrean panjang warga terjadi akibat berkurangnya pasokan gas melon.
Sebelum kebijakan ini diterapkan, pangkalan Rusli mendapatkan 100 tabung LPG 3 kg per hari, tetapi kini hanya menerima 50 tabung. Akibatnya, sekitar 150 warga dari berbagai kelurahan rela mengantri berjam-jam demi mendapatkan gas subsidi.
aww
“Biasanya saya menyediakan 100 tabung, sekarang cuma 50, sedangkan masyarakat yang datang sekitar 150 orang. Sebelum ada kebijakan, masyarakat yang datang tidak sebanyak ini. Sekarang, banyak yang datang dari luar pangkalan saya, seperti dari Perum, Sinta, dan Keroncong,” ungkap Rusli.
Menurut Rusli, kebijakan ini juga berdampak pada pelaku UMKM, yang kini harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk mendapatkan LPG subsidi. Sebelumnya, mereka bisa menggunakan Surat Keterangan Usaha (SKU), tetapi mulai Maret 2025, hanya NIB yang akan diterima.
“Banyak pelaku UMKM yang kesulitan membuat NIB. Kalau tidak segera diatasi, mereka bisa kesulitan mendapatkan gas dan terpaksa berhenti berjualan,” tambahnya.
Rusli juga menilai bahwa pemerintah belum siap menerapkan kebijakan ini karena belum dibarengi dengan peningkatan jumlah pangkalan dan stok LPG.
“Pangkalan seharusnya ditambah dan persyaratannya tidak dipersulit. Jika tidak, masyarakat akan kekurangan tabung. Saya juga berharap pemerintah tidak mengurangi jatah gas di pangkalan saya,” kata Rusli.
Sistem Distribusi dan Kendala di Lapangan
Riko, seorang pengemudi LPG dari PT Mega Akbar Perkasa, menjelaskan bahwa distribusi gas dilakukan berdasarkan zona warna:
– Hijau untuk wilayah kota
– Biru untuk wilayah kabupaten
Ia mendistribusikan gas ke enam lokasi, termasuk Cibodas, Pasar Bayem, Perum, Kampung Gunung, dan Cipondoh. Namun, proses pengiriman sering menghadapi kendala, terutama di daerah yang tidak bisa diakses oleh mobil besar.
“Di beberapa tempat seperti Kampung Gunung dan Cipondoh, mobil besar tidak bisa masuk, jadi harus pakai mobil kecil seperti L300,” jelas Riko.
Harga LPG tetap mengikuti regulasi pemerintah daerah, dan dijual di pangkalan seharga Rp19.000. Transaksi pembayaran dilakukan melalui transfer dan sistem invoice, bukan tunai.
Rusli berharap pemerintah segera mengevaluasi kebijakan ini agar lebih efektif dan tidak merugikan masyarakat kecil serta UMKM.
“Kalau bisa, pengecer tetap diperbolehkan berjualan lagi karena kami di pangkalan juga kewalahan dengan sistem baru ini. Harus sesuai data, sedangkan permintaan masyarakat terus meningkat,” tutupnya.
Dengan perubahan aturan ini, masyarakat yang sudah terdaftar dengan KTP hanya bisa membeli LPG 3 kg sekali dalam seminggu, sementara UMKM memiliki kuota 15 tabung per bulan. Namun, banyak warga berharap distribusi LPG subsidi bisa lebih lancar agar kebutuhan mereka tetap terpenuhi. (Qor)