TANGERANG, – Polisi mengungkap praktik curang pengemasan dan pemasangan merek pada minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan premium di Kota Tangerang, Banten.
Satu orang warga berinisial K menjadi tersangka merupakan direktur perusahaan PT. SPI yang bergerak dalam bidang
perdagangan serta pengemasan minyak goreng.
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Zain Dwi Nugroho mengatakan kasus ini terungkap setelah ada informasi datangnya banyak botol minyak kosong tanpa merek di gudang tersangka berinisial K.
Dijual di market place Shopee dan Tokopedia bahwa minyak goreng curah yang dikemas tersebut diperjualbelikan secara online.
“Sebanyak 12.400 botol kemasan 1 liter berlabel merek Qilla. 5.652 botol kemasan 1 liter belum dilabeli. 222 botol minyak goreng kemasan 2 liter bermerek Qilla, minyak goreng 2 liter belum dilabeli sekira 128 botol, dan serta minyak goreng 5 literan sekitar 56 jirigen,” ujar Kapolres Metro Tangerang Kota. Senin, (27/6/202).
Menurut Zain, peristiwa ini bermula dari laporan warga di mana melihat beberapa kali kendaraan tangki minyak masuk ke dalam lokasi tersebut.
“Kemudian kami melakukan pengecekan yang diduga melakukan pengemasan minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan disertakan label merek,” katanya.
Zain menjelaskan, dari hasil pemeriksaan diduga ada dugaan pelanggaran atas perlindungan konsumen maupun undang-undang perdagangan. Gudang tersebut, lanjutnya, telah beroperasi selama kurang lebih satu bulan.
“Kita dalami karena memang dari Disperindag tidak ada izin usaha dan label POM. Baru satu bulan ini beroperasi. Kita tangkap satu pelaku sebagai direktur berinisial K. Nanti kita dalami dulu semua kita periksa,” katanya.
Zain menuturkan, tempat yang dibuat gudang dan pendistribusian minyak goreng tersebut tidak memiliki izin. Selain itu, pendistribusian minyak goreng tersebut pun ditujukan ke penjualan media sosial atau daring, melalui Shopee dan Tokopedia.
“Selain dari Shopee dan Tokopedia, pelaku pun menjualnya secara langsung ke toko-toko ataupun masyarakat yang datang ke sini,” ucap dia.
Zain menambahkan, modus operasi yang dilakukan pelaku adalah dengan membeli minyak murah dalam jumlah besar, selanjutnya dikemas dalam bentuk eceran dengan menjualnya sekira Rp15.800 per liter.
“Lalu minyak goreng curah yang dikemas serta diberikan label merek Qilla tersebut dijual secara online di marketplace seperti Tokopedia dan Shopee dengan harga perliter Rp20 ribu. Label merek Qilla tersebut tidak dilengkapi izin seperti sertifikat produk penggunaan tanda SNI serta sertifikat izin edar BPOM maupun pangan industri rumah tangga,” jelasnya.
Zain mengatakan, pihaknya masih mendalami apakah murni dari minyak goreng atas merek tersebut atau dioplos lagi menggunakan minyak goreng curah.
“Nanti akan kita dalami terlebih dahulu. Termasuk masih didalami keuntungannya sudah berapa banyak didapat,” katanya.
Sementara, Camat Pinang Syarifudin Harja Winata mengaku kecolongan terhadap aktivitas pendistribusian minyak goreng tersebut. Pasalnya, keberadaan gudang tersebut tidak jauh dari lokasi kantor dia berdinas.
“Bisa dibilang begitulah, kita kecolongan untuk lakukan pengawasan minyak curah jadi minyak kemasan ini,” kata Syarifudin.
Syarifudin menuturkan, dirinya akan lebih memasifkan pengawasan terhadap gudang atau pun orang baru ditempat dia bekerja.
“Kita akan melakukan pengawasan lebih maksimal. Ini jadi bahan evaluasi kita, bagi para pegawai di kecamatan untuk lakukan pengawasan di wilayah,” jelasnya.
Menurut Syarifudin, bangunan yang didirikan itu semi permanen yang tidak ada izin mendirikan bangunan. Selain itu, gudang yang berdiri itu pun berada di tanah pengembang.
“Mereka sepertinya punya perjanjian kontrak dan lain-lain persyaratan terkait dengan izin mendirikan ini, mungkin dengan pihak di lapangan atau pengembang,” ucap dia.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat UU RI Nomor 7 Tahun 2014, tentang Perdagangan dan atau UU RI Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian dan atau UU RI Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana perubahannya tercantum pada UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan atau UU RI Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara maksimal 5 tahun dan atau pidana denda minimal Rp2 miliar.